William Shakespeare - lahir di Stratford-upon-Avon, Inggris,
pada bulan April 1564, sebagai putra John Sekspeare dan Mary Arden.
Ayah William cukup kaya ketika ia lahir dan memiliki bisnis pembuatan
sarung tangan namun kemudian ia menjadi agak miskin setelah menjual wol secara ilegal. Shakespeare tidak mengikuti jejak ayahnya.
Pada zaman itu, sekolah umum baru dimulai di Inggris. Sebelumnya,
hampir semua anak tidak tahu cara membaca dan menulis, mereka hanya
belajar suatu ketrampilan atau bertani. Shakespeare pergi ke salah satu
sekolah umum yang baru ini. Ia belajar Latin, yang merupakan bahasa semua kaum terpelajar, tidak peduli dari negara mana mereka berasal. Dari London ke Lisbon, dari Aleksandria ke Konstantinopel, dari Tunis ke Yerusalem,
semua orang terpelajar berbicara Latin dan bahasa ibu mereka. Semua
dokumen penting, baik dokumen negara, gereja, atau perdagangan, ditulis
menggunakan Latin.
Shakespeare juga mempelajari karya-karya para penulis dan filosofer
dari Yunani Kuno dan Romawi. Lebih dari 100 tahun berlalu sejak Johannes Gutenberg memperkenalkan percetakan ke Eropa pada tahun 1452.
Shakespeare dan orang Inggris lain yang dapat membaca ─ dan mampu
membeli ─ buku-buku menjadi akrab dengan kisah-kisah dari berbagai
tempat seperti Italia, Perancis, Asia Minor, dan Afrika Utara. Beberapa kisah-kisah ini menjadi dasar cerita-cerita terbesar Shakespeare. Contohnya, The Golden Ass karya Apuleius, sebuah kisah kuno dari Afrika Utara, kemungkinan merupakan kisah yang menginspirasikan Impian di Tengah Musim. Shakespeare meminjam cerita untuk Romeo dan Juliet
dari seorang penulis Inggris lain, yang mendapatkannya dari seorang
penulis Perancis, yang menterjemahkannya dari kisah abad ke-16 oleh Luigi da Porta dari Italia yang bersumpah bahwa cerita tersebut adalah berdasarkan cerita nyata.
Di dalam dunia Shakespeare, terdapat susunan-susunan yang telah diterima secara umum. Hampir semua orang di Inggris adalah Kristen.
Di hierarki terbawah terdapat kaum pekerja, di atasnya para petani dan
pedangang, lalu para pendeta dan pengawal, lalu naik lagi para ksatria,
tuan tanah, uskup agung, dan para adipati. Sang monarki bertahta di
puncak tatanan sosial. Di Inggris, monarki tersebut adalah Ratu Elizabeth I (yang dilanjutkan dengan kemenakannya, James I).
Elizabeth I memerintah Inggris hampir selama hidup Shakespeare. Pada
zaman tersebut tidak ada peperangan. Diplomasi sang ratu membuat kedua
seterunya Perancis dan Spanyol
terjaga seimbang. Perdagangan berkembang. London menjadi kota yang
padat, ramai, dan penuh dengan peluang. Rumah-rumah sandiwara dibangun
di London; teater-teater tersebut adalah tempat yang populer dikunjungi
masyarakat.
Sistem kelas pada zaman Shakespeare dapat saja sudah memiliki
susunan-susunan, namun hal tersebut tidak statis. Orang-orang mulai
berpikir tentang mereka sendiri. Shakespeare hidup di zaman Renaissans yang berarti "kelahiran kembali" yang terjadi pada abad ke-15 hingga abad ke-17 di Eropa.
Renaissans Eropa menghidupkan kembali pembelajaran klasik. Pada zaman
tersebut terdapat gerakan kebangkitan minat terhadap seni, musik, dan
arsitektur. Suatu dunia yang tua dan stagnan tiba-tiba berubah menjadi
hidup dan vibran. Meskipun hampir semua orang percaya bahwa susunan
matahari, bulan, bintang, dan planet memengaruhi nasib mereka, beberapa
orang mulai mengubah cara berpikir mereka tentang diri mereka dan dunia
yang mereka tinggali. Mereka mulai memahami kekuasaan dan posisi
pemerintahan diciptakan oleh manusia, bukan ditentukan oleh Tuhan sejak
lahirnya. Mereka menyadari bahwa kekristenan bukanlah satu-satunya agama
di dunia. Dan karena banyak di antara mereka mulai dapat membaca, maka
banyak juga yang tidak ingin tinggal di kelas sosial tempat mereka
dilahirkan. Banyak petualang Renaissans menggunakan cara mereka
sendiri-sendiri untuk mencari rejeki dan mengembangkan kehidupan mereka.
Shakespeare adalah salah satu dari orang-orang tersebut.
Pada awal 1590an, William Shakepseare mengokohkan dirinya sebagai
seorang penulis sandiwara dan aktor di London. Selain itu, ia juga
memiliki bagian dari rumah sandiwara tempat ia dan teman-temannya
bermain. Itu mungkin adalah sumber penghasilannya. Shakespeare menikahi
Anne Hathaway, yang delapan tahun lebih tua daripadanya, pada tanggal 28 November 1582
di Temple Grafton, dekat Stratford. Anne kala itu hamil tiga bulan.
Bersama-sama mereka dikaruniai tiga anak: Susanna, dan si kembar Hamnet
dan Judith. Istri dan ketiga anaknya tinggal di Stratford, dan
kemungkinan besar Shakespeare pergi mengunjungi mereka setahun sekali.
Pada tahun 1596 Hamnet meninggal dunia. Karena kemiripan nama, banyak orang berpikir bahwa hal ini mengilhaminya untuk menulis The Tragical History of Hamlet, Prince of Denmark.
Shakespeare menjadi orang teater yang sangat terkenal, sangat
populer, dan sangat kaya. Ratu Elizabeth I sangat menyukai
karya-karyanya; begitu pula dengan Raja James I, penerusnya. Pada
pemerintahan James I, Shakespeare dan kawan-kawan terkenal dengan
sebutan "Orang-orang Raja" karena Raja James I adalah pengunjung mereka
yang spesial. Shakespeare dan Orang-orang Raja bermain di istana
kerajaan, di teater Globe dan di rumah sandiwara mereka, dan teater
Blackfriars. Untuk mendapatkan lebih banyak uang, mereka juga mengadakan
tur keliling Inggris, terutama pada saat-saat wabah penyakit menjangkit
Inggris.
Orang-orang zaman Elizabeth tidak memandang pemain atau penulis
sandiwara adalah pekerjaan yang terhormat. Pergi ke teater pada zaman
tersebut tidak sama seperti pergi ke teater pada saat ini, hal itu lebih
seperti pergi menonton pertandingan sepak bola!
Teater-teater zaman Elizabeth merupakan bangunan kayu yang
bertingkat-tingkat. Para penonton duduk di ketiga sisi atau berdiri di
tengah-tengah lantai. Bagian tengah teater terbuka atapnya karena pada
zaman itu belum ada penerangan buatan. Ribuan orang berjejalan di teater
untuk pertunjukan sore hari. Para penonton berteriak-teriak di belakang
para aktor. Teater Globe adalah tempat yang padat pengunjung, bising,
dan berjejal-jejalan.
Puluhan ribu orang yang memadati untuk melihat sandiwara Shakespeare
akan dapat mendengar 1700 kata yang diciptakan oleh Shakespeare. Banyak
kata-kata ciptannya yang saat ini masih digunakan. Contohnya: "deafening" (menulikan), " hush", " hurry" (lekas), " downstairs" (di bawah), " gloomy" (sedih), " lonely" (sendirian), " embrace" (pelukan), " dawn"
(senja). Ejaan yang digunakan Shakespeare pun berbeda dari zamannya.
Orang-orang zaman Elizabeth mengeja kata-kata seperti yang tertulis,
seperti Latin dan Indonesia. Tidak ada cara "yang benar" untuk mengeja.
Orang-orang menulis suatu kata seperti ejaan yang mereka inginkan. Jika
ingin menulis "me" (saya) tapi ingin memberikan penekanan pada kata tersebut, maka kata tersebut akan dituliskan "mee". Jika sang penulis ingin kata tersebut dibaca seperti orang berteriak dari atap rumah, maka kata tersebut akan dituliskan "Meee".
Dalam teks Shakespeare akan dijumpai kata "stayed" (tinggal) dieja "stay'd",
karena Shakespeare ingin mengucapkan kata tersebut sebagai satu suku
kata (baca: 'steid') seperti ejaan bahasa Inggris sekarang, bukan dua
suku kata (baca: 'stei-ed'). Bahasa Inggris modern banyak menggunakan
penulisan dari zaman dahulu namun dengan menggunakan ejaan yang baru.
Contohnya kata "knight" (ksatria) dulunya dieja sama seperti
tulisannya (baca: 'k-ni-gh-t' 4 suku kata). Di dalam budaya oral seperti
zaman Shakespeare, orang-orang memedulikan detail intonasi, nada suara,
dan bunyi yang ditimbulkan pada waktu mereka berbicara sehingga bahasa
lisan yang digunakan lebih kaya pada zaman dahulu daripada zaman
sekarang.
William Shakespeare menulis selama dua puluh lima tahun, menciptakan
tiga puluh enam hingga tiga puluh sembilan karya yang diketahui hingga
saat ini. Topik yang dicakup beragam mulai dari romans komik hingga
perang saudara, dari permainan domestik hingga kejadian politis yang
menggegerkan dunia. Namun tiga hal yang mendasari seluruh karyanya
adalah pertanyaan-pertanyaan: Apa artinya untuk hidup? Bagaimana cara
kita hidup? Apa yang harus kita lakukan?
Sandiwara Shakespeare menawarkan pemahaman yang mendalam terhadap
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Itulah sebabnya mengapa ahli-ahli
literatur mempelajari karyanya, politikus-politikus mengutipnya,
filosofer-filosofer menemukan cara berpikir yang baru dari membaca dan
membaca ulang karyanya. Mempelajari Shakespeare adalah seperti
mempelajari hidup dari berbagai sudut pandang: psikologis, politis,
filosofis, sosial, spiritual. Ritme yang digunakannya dalam kata-katanya
terefleksi dalam ritme tubuh kita. Memainkan peranan sandiwara
Shakespeare di panggung membuat seseorang menyadari seberapa dalam
seseorang harus menarik napas supaya suaranya dapat terdengar sampai
ujung ruangan.
Shakespeare berhenti menulis pada tahun 1611 dan meninggal dunia beberapa tahun kemudian pada 1616. Sampai wafatnya ia tetap menikah dengan Anne. Pada batu nisannya tertulis: "Blest be the man who cast these stones, and cursed be he that moves my bones." (bahasa Indonesia: "Terbekatilah ia yang menaruh batu-batu ini, dan terkutuklah ia yang memindahkan tulang-tulangku.")
Berikut kumpulan Novel William Shakespeare :
Komentar :
Posting Komentar